2 Jam Setelah Meninggalnya, Seharusnya Ada Tanda Ini di Tubuh Mirna



Dokter forensik Tempat tinggal Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Budi Sampurna jadi pakar dalam sidang ke-16 masalah pembunuhan Mirna Salihin dengan terdakwa Jessica Wongso. Ia menjelaskan, tanpa ada dibedahnya jasad Wayan Mirna meskipun, bakal ada sinyal lebam mayat yang sama tunjukkan korban wafat akibat toksin sianida.

Sinyal itu, menurut Budi, yaitu lebam berwarna merah jelas atau cherry red. Warna lebam ini biasanya nampak pada mayat dengan sebab k3m4t!a4 toksin sianida lantaran terjadinya penambahan kandungan oksigen dalam pembuluh d4r4h vena.
 " Pada masalah k3m4t!4n lantaran toksin sianida, umumnya dapat dikenali dengan lebam berwarna merah cerah (cherry red) di bagian badan korban, " terang Budi di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/8/2016).

Lanjut Budi, lebam berwarna merah jelas ini telah nampak sekitaran dua jam sesudah korban wafat. Lebam bakal tampak paling riil serta terang dalam periode waktu 12 jam sesudah korban dinyatakan wafat.

Tetapi, dalam masalah ini tak diketemukan lebam mayat berwarna cherry red pada badan Mirna Salihin.

 " Lebam mayat umum nampak 2 jam sesudah korban wafat, namun cherry red paling terlihat 12 jam sesudah kematian, " tutur dia.

Mirna Salihin dinyatakan wafat pada 6 Januari 2016 jam 18. 30 WIB di Tempat tinggal Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat sesudah menyeruput es kopi Vietnam di Kafe Olivier. Menurut diagnosis serta resume medis dokter umum RS Abdi Waluyo, Adiyanto Didiet, Mirna sudah wafat sebelumnya tiba dirumah sakit.
Tidak Lazim

Keluarga korban pernah menampik Mirna diautopsi menyeluruh oleh tim dokter forensik. Budi Sampurna menjelaskan cuma ada dua pilihan darurat yang dapat di ambil ketika itu.

Pilihan pertama, pada jasad Mirna tak dikerjakan autopsi sekalipun sesuai sama keinginan keluarga serta penyidik. Sedang pilihan ke-2, sama juga dengan aksi dokter forensik yang mengatasi Mirna, yaitu dengan mengambil sampel sisi badan spesifik yang dikira relevan pada kematian korban.

 " Pilihan yang keduanya sama buruk. Pertama, tak dikerjakan autopsi seperti disuruh keluarga serta tak dipaksa penyidik. Ke-2 yaitu bertindak yang bukanlah lakukan autopsi namun memperluas pemahaman kalau pengambilan sampel-lah yang dikerjakan, " Budi menerangkan.

Guru Besar Fakultas Kedokteran Kampus Indonesia (FK UI) ini menyampaikan, untuk pilihan ke-2 diatas tidak sering serta tak umum dikerjakan di Indonesia.  " Pilihan yang ke-2 ini dapat tak umum dikerjakan di Indonesia, " katanya.

Walau demikian, lanjut Budi, dalam keadaan genting pilihan ke-2 itu dinilai menarik mengingat beberapa pakar toksikologi sepanjang sistem kontrol ikut mengecek tanda bukti diluar badan korban, yakni minuman es kopi Vietnam.

 " Tetapi dalam kondisi sangat terpaksa pilihan ke-2 ini menarik juga lantaran pakar toksikologi juga mengecek gelas es kopi, bukan hanya badan korban, " tambah Budi.

Meskipun bukanlah pilihan paling baik, aksi pengambilan sampel dinilai Budi jauh tambah baik dari pada cuma lakukan kontrol luar badan lantaran dengan pengambilan sampel, sekurang-kurangnya selenggarakandungan toksin sianida yang dapat dilacak pada badan Mirna.

 " Memanglah tak maksimal, namun dengan bertindak pengambilan sampel ini, sedikitnya telah dapat diketemukan toksin sianida pada badan korban. Bila saja lakukan kontrol luar, jadi tak ada yang kita bisa, " Budi menandaskan.

Kontrol luar yaitu kontrol secara detail dari atas sampai bawah tanpa ada melukai mayat. Sedang kontrol dalam yaitu kontrol lewat cara buka serta keluarkan isi rongga dada, leher, kepala, panggul, atau sisi badan yang lain. Kontrol dalam berikut sebagai pendekatan paling cocok dengan mekanisme autopsi. (Winda Prisilia)

http://news.liputan6.com/read/2590829/2-jam-setelah-meninggal-seharusnya-ada-tanda-ini-di-tubuh-mirna